ㅤㅤㅤEnam bulan silam, ibu tutup usia. Di kala itu, kami memang sudah diperingati, mengenai ibu yang tak dapat bertahan lebih lama lagi. Kanker yang ada dalam tubuh ibu sudah masuk stadium akhir, dengan kata lain, kanker telah menyebar ke organ tubuh lain. Dalam masa kritis, meski dilanda rasa sakit, ibu tak pernah luput untuk tersenyum manis di depan kami.
ㅤㅤㅤIbu tersenyum, namun terasa lara bagiku, hati ini seperti disayat oleh pisau. Kutahan mati-matian air mata ini, namun dengan tak sopannya mereka tetap terjun membasahi pipi. Saat itu, tangan ibu terulur untuk menghapus air mataku, juga mengusap suraiku dengan lembut. Kutatap lekat mata ibu. Netra cantik itu kini nampak lesu dan penuh pilu. Barangkali akan ada keajaiban atau keberuntungan yang mendadak datang. Intinya, aku harap ibu kembali sehat.
ㅤㅤㅤNamun, yang Kuasa sangat mencintai ibu. Ibu dibawa, untuk selamanya. Sedih, pasti. Tangisku kala itu makin menjadi. Ibu sudah tak sakit lagi, kan? Ibu sudah bahagia di sisi-Nya, aku percaya.
ㅤㅤㅤSehari sebelum ibu tutup usia, dengan senyuman khasnya yang manis ibu berucap, “Nak, jangan lupa untuk bahagia, ya?” Mengingat kembali pesan ibu yang terakhir, aku hanya bisa tertawa miris.
ㅤㅤㅤMaaf, ibu, maaf. Untuk saat ini aku belum bisa penuhi pesan terakhir ibu.
| Sempena hati dari; Bertaut milik Nadin Amizah